BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah
Islam, karena proses pendidikan Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang
sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat
Islam itu sendiri. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani
model-model pendidikan Islam di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW,
sahabat dan ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum
muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia
Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non
formal, diantaranya adalah masjid.
Masjid pada masa Nabi bukan hanya sebagai tempat ibadah,
tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan
orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya
tentara dan tempat menerima duta-duta asing. Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan
Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi
dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang
perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang
berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya
sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan
kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama
pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa
membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik.
Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang
ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di tingkat
dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.
Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih
mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan
dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi,
pendalaman dan analisa.
Berangkat dari latar belakang di atas kami akan mencoba
untuk mengupas tentang suatu pembahasan dalam sebuah makalah yang berjudul
“SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH”.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Bani Abbasiyah?
2. Bagaimana Perkembangan Pendidikan
Pada Masa Bani Abbasiyah?
3. Apa Tujuan Pendidikan Pada Masa Bani
Abbasiyah?
4. Bagaimana Tingkatan Pendidikan di
Masa Abbasiyah?
5. Bagaimana Kurikulum Pendidikan Pada
Masa Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Bani Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau lebih dikenal dengan
khilafah Abbasiyah, sebagaimana yang disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti
Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas Paman Nabi Muhammad saw. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn
Al-Abass. Kekuasaannya berlangsung cukup panjang, dari tahun 132 H (750 M)
sampai dengan 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan
budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode, yakni :
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232
H/847 M), disebut dengan periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode kedua (232 H/847 M – 334
H/945 M), disebut masa pengaruh Turki utama.
3. Periode ketiga (334 H/945 M – 447
H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah,
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.
4. Peiode keempat (447 H/945 M – 590
H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah
Abbasiayah, biasa disebut dengan masa pengarug Turki kedua.
5. Periode kelima (590 H/1194 M – 656
H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya
hanya efektif di sekitar kota Baghdad.[1]
Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani
Abbaisyah dengan Bani Umayyah. Disamping itu ada cirri-ciri menonjol pada
dinasti Abbasiyah yang tak terdapatkan pada zaman Bani Umayyah. 1) Dengan
berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi lebih jauh
dari pengaruh Arab. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sengat berorientasi kepada
Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintahan Bani Abbas yang mempunyai
pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan keempat,
bangsa Turki sangat dominan dengan politik dan pemerintahan dinasti Abbasiyah
ini. 2). Dalam penyelenggaraan Negara, Bani Abbas ada Jabatan Wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada pada pemerintahan
Bani Umayyah. 3) Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa pemerintahan
Bani Abbas. Sebelumnya, tidak ada tentara khusus yang professional.
B.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan di Masa Abbasiyah
Pada masa
abbsiyah ini terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai
berikut:
1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa
asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa
Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika),
filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan
ilmu falak.
2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih,
usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang
karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa ini muncul
ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam
Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan
lain-lain.[2]
3. Sejak upaya penerjemahan meluas,
kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa
arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan
ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan
menciptakan pendapat-pendapat atau ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai
berikut :
a. Ilmuwan untuk mengungkap rahasia
alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan
ilmuwan Yunani Kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan
sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad, lalu
diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga
penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
b. Dalam bidang filsafat antara lain
tercatat Al-Kindi, Al- Farabi, Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusydi (Averroes).
Di bidang sains ada Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dan
Al-Thusi. Di bidang kedokteran tercatat nama Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes), Ibnu
Sina dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang ilmu kimia terkenal nama Ibnu
Hayyan. Di bidang optika ada Ibnu Haytsam. Di bidang geografi ada
Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi. Dalam bidang ilmu kedokteran hewan
ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi, dan Ikhwanussafa, Ibnu Sina dan seterusnya yang
tidak muat lembaran ini jika diurut satu persatu.
c. Dalam bidang ilmu fiqih terkenal
nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam ilmu
kalam ada Washil bin Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi. Dalam ilmu
Tafsir ada Al-Thabari dan Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang paling populer
adalah Bukhari dan Muslim. Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah Al- Adawiyah,
Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami.[3]
d. Sejak Akhir abad ke-10, muncul
sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura,
Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan
Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul
Zainab Umm Al Muwayid. D I bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat
tersohor pada waktu itu.
e. Pada masa bani Abbasiyah, juga
terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan melalui ketiga kota ini dilakukan
usaha ekspor impor. Hasil idustri yang diekspor ialah permadani, sutra, hiasan,
kain katun, satin, wool, sofa, perabot dapu atau rumah tangga, dan lain-lain.
f. Bidang pendidikan mendapat perhatian
yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangaan pendidikan pada
masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai
dengan ke-10 M ) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai system
pendidikan khas Arabia. Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan
pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur
non-Arab.[4]
C.
Tujuan
pendidikan pada masa Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khulafaur rasyidin dan umayah, tujuan
pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah
dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu
telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman
pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal
Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut
ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
b. Tujuan kemasyarakatan
Para
pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan
memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi
masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju
masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu
yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga
diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat
pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam
ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu
tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan
berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk
memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa
itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan
pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan
di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.[5]
D.
Tingkat-tingkat
Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa
tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat
belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah,
di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang
diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran
islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal
syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala
kadarnya.[6]
2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra
dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran
yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu,
Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran,
dan juga music.
3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad
dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini
umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa
Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu
Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an,
Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat),
Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan
ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur,
Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.[7]
E.
Kurikulum
Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Kurikulum
yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu : pertama, kurikulum
pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata
bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga
yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga
kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar
pokok agama.
Berikut
sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum pendidikan pada
tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid menceritakan bahwa pada
suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari seorang baduwi. Karena
merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya pada ibunya. Ibunya
berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun saya akan
menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan mengajarkannya menghapal
dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya syair. Dan apabila dia sudah
dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan memanggul senjata
kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong kampungnya untuk mendengarkan
suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
Kedua,
kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan
fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama,
menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang
diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti
bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sejarah
Bani Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau lebih dikenal dengan khilafah
Abbasiyah, sebagaimana yang disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas Paman Nabi Muhammad saw. Dinasti ini didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abass.
Kekuasaannya berlangsung cukup panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan
656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi
masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode.
2.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan
Pada
masa ini lebih berkembang pesat dan mencapai bentuknya yang sempurna dari
ilmu-ilmu baik ilmu agama maupun ilmu umum, yakni : ilmu agama, ilmu fisika,
ilmu-ilmu medis, ilmu-ilmu oseanografi, ilmu-ilmu nautika, matematika,
astronomi, pertanian, filsafat, sejarah seni budaya dan lain-lain.
3.
Tujuan pendidikan
Pada masa
Nabi masa khulafaur rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu
keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap
keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah
bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Tujuan
keagamaan dan akhlak
b. Tujuan
kemasyarakatan
c. Cinta akan
ilmu pengetahuan
d. Tujuan
kebendaan
4.
Tingkat-tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah
terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
a. Tingkat
sekolah rendah
b. Tingkat
sekolah menengah
c. Tingkat
perguruan tinggi
5.
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum
yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu : pertama, kurikulum
pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata
bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga
yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga
kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar
pokok agama.
Kedua,
kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan
fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama,
menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang
diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti
bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.
B.
Saran
Demikianlah sedikit uraian tentang Sejarah Pendidikan
Islam pada masa Abbasiyah. Tentunya tulisan ini masih sangat jauh untuk
mengungkap secara detail dan sempurna tentang Sejarah Pendidikan Islam pada
masa Abbasiyah. Untuk itu penulis yakin makalah ini masih membutuhkan banyak
koreksi dan masukan. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca pada umunya dan bagi penulis secara khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan, M. Nur. 2001. Peran Islam dalam Kemajuan
Eropa. Serambi Indonesia.
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah
Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mamud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: DEPAG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar