Sabtu, 10 Desember 2011

TEORI FUNGSIONALIS PRA-DOMINAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke-19  sampai sekarang. Pada awal abad ke-19 ini, teori yang berkembang pesat dan banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori tingkah laku yang awal mulanya dikembangkan oleh psikologi Rusia Ivan Pavlav, dengan teorinya yang dikenal dengan istilah classical conditioning dan kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi lain, seperti : Edward Lee Thorndike, Burhus Frederic Skinner dan Carlk Leonard Hull.
Berangkat dari latar belakang di atas, kami akan mencoba membahas yang kami tuangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul “TEORI FUNGSIONALIS PRA-DOMINAN ; E.L. THORNDIKE, B.F. SKINNER DAN C. LEONARD HULL”.
B.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Teori Fungsionalis Pra-dominan?
2.    Bagaimana Pemikiran tentang Teori Fungsionalis Pra-dominan menurut Edward Lee Thorndike?
3.    Bagaimana Teori Belajar Burhus Frederic Skinner?
4.    Bagaimana Teorit Stimulus yang dikemukakan oleh Clark Leonard Hull?

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Teori Fungsionalis Pra-dominan
Teori fungsionalis adalah teori yang digunakan untuk mendeteksi dan menyelesaikan masalah, yang ditekankan pada masalah tingkah laku (behaviorism) yang dipengaruhi oleh Darwin.
Dikatakan pra-dominan karena teori ini tidak sekali dipakai dan dipatenkan, tapi terus dikembangkan bahkan direvisi yang tidak selalu berpengaruh (dominan). Semua teori mengutamakan kebenaran atas teori yang dilakukan, tetapi teori tersebut yang tidak dominan karena sering direvisi.
B.   Pemikiran Teori Fungsionalis Pra-Dominan menurut Edward Lee Thorndike
1.    Biografi Torndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyan tahun 1895, gelar Master dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921), Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut E.L. Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (dalam Asnaldi, 2008) teori Thorndike ini disebut teori asosiasi.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
      Law of Effect : artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus - Respons.
      Law of Readiness artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
      Law of Exercise artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
Hukum ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal matematika dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa. Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi mengulangi kesalahannya. Namun perlu diingat, sering terjadi, bahwa hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa menjadi malas belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika.
Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik. Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan.
2.    Aplikasi Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik.
Beberapa aturan yang dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran:
-        Perhatikan situasi peserta didik
-        Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
-        Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
-        Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut
-        Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik
-        Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis
-        Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
C.   Teori Belajar Burhus Frederic Skinner
Skinner memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam kondisionning klasik hanya sebagian kecil dari prilaku yang bisa dipelajari. Banyak prilaku manusia adalah operan, bukan responden. Konsioning klasik hanya menjelaskan bagaimana prilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan yang baru, yang mana dalam teoritersebut tidak menjelaskan bagaimana prilaku operan baru tersebut dapat dicapai.
Dalam teori belajarnya Skinner mendefinissikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan prilaku. Perubahan-perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar tersebut melalui beberapa penguatan-penguatan prilaku yang baru, yang disebut dengan kondisioning operan (operan conditioning).
Secara konseptual Skinner menyatakan bahwa prilaku dapat dianalogikan dengan sebuah sandwich, yang dapat membawa dua pengaruh lingkungan terhadap prilaku. Yang pertama, disebut dengan anteseden (peristiwa yang mendahului prilaku), dan yang kedua adalah konsekuen (peristiwa yang mengikuti prilaku) yang mana hubungan tersebut dapat ditunjukkan dengan rangkaian antecedents-behavior-consequences atau A-B-C.
Dalam eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti, yang mana peti tersebut berisi dua komponen yaitui manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang berupa wadah makanan. Adapun manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement, yang terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen ini mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus dapat disebut dengan “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus. Adapun tingkah laku tikus (cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadah.
Teori belajar Skinner ini tunduk pada dua hukum operan yang berbeda, yaitu:
1.           Law Operant Conditioning yaitu jika suatu tingkah laku diiringgi dengan sebuah penguat maka tingkah laku tersebut akan meningkat.
2.           Law Extinction yaitu jika suatu tingkah laku diperkuat dsengan stimulus penguat dalam kondisioning, tidak diiringgi stimulus penguat, maka tingkah laku tersebut akan menurun bahkan musnah.
D.   Konsep Teoritis Stimulus yang dikemukakan Clark Leonard Hull
Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya. Beberapa persamaan teori belajar Hull dengan teori belajar sebelumnya adalah sebagai berikut:
a)    Berdasarkan asosiasi S-R
b)    Berdasarkan cara melangsungkan hidup.
c)    Berdasarkan kebutuhan biologis dan pemenuhannya.
d)    Orientasinya kepada teori Pavlov.
Hull juga mengembangkan beberapa definisi, antara lain:
1.    Kebutuhan (Need)
Kebutuhan merupakan keadaan organisme yang menyimpang dari kondisi biologis optimum pada umumnya yang digunakan untuk melangsungkan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul maka organisme akan bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajarnya disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory.
2.    Dorongan (Drive)
Kondisi kekosongan ganda organisme sehingga mendorong untuk melakukan sesuatu. Istilah lain dari dorongan adalah motif. Adakalanya seseorang merasa ingin melakukan sesuatu namun orang tersebut tidak memiliki dorongan untuk melakukannya.
3.    Perkuatan (Reinforcement)
Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan S- R, dan respon terhadap stimulus tersebut dapat mengurangi ketegangan kebutuhan. Perkuatan biasanya berupa hadiah.
Kebutuhan yang timbul akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur yang dapat dipelajari responnya. Stimulus yang dapat menimbulkan respon adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor kemudian menimbulkan impuls yang masukafferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan otot- otot maskuler.
S dengan huruf besar merupakan stimulus dan obyeknya. s dengan huruf kecil merupakan stimulus dalam organisme, stimulus yang sudah berupa impuls. Impuls merupakan perangsang atau stimulus yang sudah ada dan bekerja dalam saraf. Dalam teori kali ini yang akan kita pakai S dengan huruf besar.
Hull membedakan tendensi untuk timbulnya R dan r. R untuk respon yang nampak, faktual, dan r adalah predisposisi respon yang masih dalam aktivitas saraf. r merupakan respon yang masih ada didalam organisme, jadi tidak nampak, tapi mempengaruhi tingkah laku. Hull mengganti S- R menjadi SHR, dimana H merupakan habit.
Hull membedakan antara learning dengan performance. Tindakan dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi belajar hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu, respon khusus terjadi karena kontinu dengan perkuatan. Menurut Hull tingkah laku bersumber pada kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup.




BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.    Teori fungsionalis adalah teori yang digunakan untuk mendeteksi dan menyelesaikan masalah, yang ditekankan pada masalah tingkah laku (behaviorism) yang dipengaruhi oleh Darwin.
2.    Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik.
3.    Dalam teori belajarnya Skinner mendefinissikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan prilaku. Perubahan-perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar tersebut melalui beberapa penguatan-penguatan prilaku yang baru, yang disebut dengan kondisioning operan (operan conditioning).
Secara konseptual Skinner menyatakan bahwa prilaku dapat dianalogikan dengan sebuah sandwich, yang dapat membawa dua pengaruh lingkungan terhadap prilaku. Yang pertama, disebut dengan anteseden (peristiwa yang mendahului prilaku), dan yang kedua adalah konsekuen (peristiwa yang mengikuti prilaku) yang mana hubungan tersebut dapat ditunjukkan dengan rangkaian antecedents-behavior-consequences atau A-B-C.
4.    Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya.
B.   Saran
Dengan ucapan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kesempatan dan kemudahan penulis dalam menyelesaikan makalah ini, walaupun jauh dari yang diharapkan dan guna memenuhi tugas mata kuliah Model & Strategi Pembelajaran di Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo Tahun 2011.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Sebagai hamba Allah yang lemah ini menyadari dengan sepenuh hati bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diinginkan, maka penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya penulis.


DAFTAR PUSTAKA
B.F. Skinner and radical behaviorism, Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wuryani Djiwandoso, Sri Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar