Sabtu, 10 Desember 2011

TEORI FUNGSIONALIS PRA-DOMINAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke-19  sampai sekarang. Pada awal abad ke-19 ini, teori yang berkembang pesat dan banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori tingkah laku yang awal mulanya dikembangkan oleh psikologi Rusia Ivan Pavlav, dengan teorinya yang dikenal dengan istilah classical conditioning dan kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi lain, seperti : Edward Lee Thorndike, Burhus Frederic Skinner dan Carlk Leonard Hull.
Berangkat dari latar belakang di atas, kami akan mencoba membahas yang kami tuangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul “TEORI FUNGSIONALIS PRA-DOMINAN ; E.L. THORNDIKE, B.F. SKINNER DAN C. LEONARD HULL”.
B.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Teori Fungsionalis Pra-dominan?
2.    Bagaimana Pemikiran tentang Teori Fungsionalis Pra-dominan menurut Edward Lee Thorndike?
3.    Bagaimana Teori Belajar Burhus Frederic Skinner?
4.    Bagaimana Teorit Stimulus yang dikemukakan oleh Clark Leonard Hull?

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Teori Fungsionalis Pra-dominan
Teori fungsionalis adalah teori yang digunakan untuk mendeteksi dan menyelesaikan masalah, yang ditekankan pada masalah tingkah laku (behaviorism) yang dipengaruhi oleh Darwin.
Dikatakan pra-dominan karena teori ini tidak sekali dipakai dan dipatenkan, tapi terus dikembangkan bahkan direvisi yang tidak selalu berpengaruh (dominan). Semua teori mengutamakan kebenaran atas teori yang dilakukan, tetapi teori tersebut yang tidak dominan karena sering direvisi.
B.   Pemikiran Teori Fungsionalis Pra-Dominan menurut Edward Lee Thorndike
1.    Biografi Torndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyan tahun 1895, gelar Master dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921), Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut E.L. Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (dalam Asnaldi, 2008) teori Thorndike ini disebut teori asosiasi.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
      Law of Effect : artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus - Respons.
      Law of Readiness artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
      Law of Exercise artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
Hukum ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal matematika dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa. Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi mengulangi kesalahannya. Namun perlu diingat, sering terjadi, bahwa hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa menjadi malas belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika.
Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik. Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan.
2.    Aplikasi Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik.
Beberapa aturan yang dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran:
-        Perhatikan situasi peserta didik
-        Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
-        Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
-        Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut
-        Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik
-        Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis
-        Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
C.   Teori Belajar Burhus Frederic Skinner
Skinner memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam kondisionning klasik hanya sebagian kecil dari prilaku yang bisa dipelajari. Banyak prilaku manusia adalah operan, bukan responden. Konsioning klasik hanya menjelaskan bagaimana prilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan yang baru, yang mana dalam teoritersebut tidak menjelaskan bagaimana prilaku operan baru tersebut dapat dicapai.
Dalam teori belajarnya Skinner mendefinissikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan prilaku. Perubahan-perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar tersebut melalui beberapa penguatan-penguatan prilaku yang baru, yang disebut dengan kondisioning operan (operan conditioning).
Secara konseptual Skinner menyatakan bahwa prilaku dapat dianalogikan dengan sebuah sandwich, yang dapat membawa dua pengaruh lingkungan terhadap prilaku. Yang pertama, disebut dengan anteseden (peristiwa yang mendahului prilaku), dan yang kedua adalah konsekuen (peristiwa yang mengikuti prilaku) yang mana hubungan tersebut dapat ditunjukkan dengan rangkaian antecedents-behavior-consequences atau A-B-C.
Dalam eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti, yang mana peti tersebut berisi dua komponen yaitui manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang berupa wadah makanan. Adapun manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement, yang terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen ini mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus dapat disebut dengan “emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus. Adapun tingkah laku tikus (cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadah.
Teori belajar Skinner ini tunduk pada dua hukum operan yang berbeda, yaitu:
1.           Law Operant Conditioning yaitu jika suatu tingkah laku diiringgi dengan sebuah penguat maka tingkah laku tersebut akan meningkat.
2.           Law Extinction yaitu jika suatu tingkah laku diperkuat dsengan stimulus penguat dalam kondisioning, tidak diiringgi stimulus penguat, maka tingkah laku tersebut akan menurun bahkan musnah.
D.   Konsep Teoritis Stimulus yang dikemukakan Clark Leonard Hull
Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya. Beberapa persamaan teori belajar Hull dengan teori belajar sebelumnya adalah sebagai berikut:
a)    Berdasarkan asosiasi S-R
b)    Berdasarkan cara melangsungkan hidup.
c)    Berdasarkan kebutuhan biologis dan pemenuhannya.
d)    Orientasinya kepada teori Pavlov.
Hull juga mengembangkan beberapa definisi, antara lain:
1.    Kebutuhan (Need)
Kebutuhan merupakan keadaan organisme yang menyimpang dari kondisi biologis optimum pada umumnya yang digunakan untuk melangsungkan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul maka organisme akan bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajarnya disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory.
2.    Dorongan (Drive)
Kondisi kekosongan ganda organisme sehingga mendorong untuk melakukan sesuatu. Istilah lain dari dorongan adalah motif. Adakalanya seseorang merasa ingin melakukan sesuatu namun orang tersebut tidak memiliki dorongan untuk melakukannya.
3.    Perkuatan (Reinforcement)
Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan S- R, dan respon terhadap stimulus tersebut dapat mengurangi ketegangan kebutuhan. Perkuatan biasanya berupa hadiah.
Kebutuhan yang timbul akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur yang dapat dipelajari responnya. Stimulus yang dapat menimbulkan respon adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor kemudian menimbulkan impuls yang masukafferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan otot- otot maskuler.
S dengan huruf besar merupakan stimulus dan obyeknya. s dengan huruf kecil merupakan stimulus dalam organisme, stimulus yang sudah berupa impuls. Impuls merupakan perangsang atau stimulus yang sudah ada dan bekerja dalam saraf. Dalam teori kali ini yang akan kita pakai S dengan huruf besar.
Hull membedakan tendensi untuk timbulnya R dan r. R untuk respon yang nampak, faktual, dan r adalah predisposisi respon yang masih dalam aktivitas saraf. r merupakan respon yang masih ada didalam organisme, jadi tidak nampak, tapi mempengaruhi tingkah laku. Hull mengganti S- R menjadi SHR, dimana H merupakan habit.
Hull membedakan antara learning dengan performance. Tindakan dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi belajar hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu, respon khusus terjadi karena kontinu dengan perkuatan. Menurut Hull tingkah laku bersumber pada kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup.




BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.    Teori fungsionalis adalah teori yang digunakan untuk mendeteksi dan menyelesaikan masalah, yang ditekankan pada masalah tingkah laku (behaviorism) yang dipengaruhi oleh Darwin.
2.    Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik.
3.    Dalam teori belajarnya Skinner mendefinissikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan prilaku. Perubahan-perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar tersebut melalui beberapa penguatan-penguatan prilaku yang baru, yang disebut dengan kondisioning operan (operan conditioning).
Secara konseptual Skinner menyatakan bahwa prilaku dapat dianalogikan dengan sebuah sandwich, yang dapat membawa dua pengaruh lingkungan terhadap prilaku. Yang pertama, disebut dengan anteseden (peristiwa yang mendahului prilaku), dan yang kedua adalah konsekuen (peristiwa yang mengikuti prilaku) yang mana hubungan tersebut dapat ditunjukkan dengan rangkaian antecedents-behavior-consequences atau A-B-C.
4.    Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya.
B.   Saran
Dengan ucapan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kesempatan dan kemudahan penulis dalam menyelesaikan makalah ini, walaupun jauh dari yang diharapkan dan guna memenuhi tugas mata kuliah Model & Strategi Pembelajaran di Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo Tahun 2011.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Sebagai hamba Allah yang lemah ini menyadari dengan sepenuh hati bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diinginkan, maka penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya penulis.


DAFTAR PUSTAKA
B.F. Skinner and radical behaviorism, Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wuryani Djiwandoso, Sri Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sabtu, 03 Desember 2011

Problema Haji Wanita


Problema Haji Wanita
Kita menyadari bahwa mjumlah jama’ah haji wanita cukuip tinggi, dan masih banyak masalah manasik haji yang berkaitan dengan wanita belum diketahui oleh wanita itu sendiri. Ketika ibadah haji itu berlangsung, banyak masalah yang muncul secara tiba-tiba. Sering dijumpai pelaksanaan manasik haji tidak sesuai dengan tuntunan syari’at yang telah digariskan. Masih terlihat seorang wanita membuka auratditempat tewrbuka ketika ihram, baik untuk tujuan mengambil air wudlu, ganti pakaian, dsb. Selain itu, bagaimana seharunya seorang wanita yang mengalami menstruasi sedangkan thawaf belum dilaksanakan. Atau beberapa hal lainnya yang menyangkut wanita.
            Secara umum, tuntunan al-qur’an dan as-sunah terhadap wanita pada dasarnya sama dengan tuntunan terhadap pria. Ayat atau hadis yang secara redaksionak tertuju pada pria pada hakikatnya juga teretuju pada wanita, kecuali jika ada indicator (qarinah) yang menunjukkan bahwa hal tersebut pada pria.
            Dalam hal ini, terdapat ketentuan agama yang menunjukkan perbedaan bagi pria dan wanita di dalam pelaksanaan beberapa aspek kehidupan, termasuk pada pelaksanaan manasik haji.
Haji wanita dan permasalahannya
            Hgaji merupakan kewajiban bagi pria dan wanita, seperti termuat dalam surat al-hajj ayat 27 yang berbunyi :………………………………………………………………...
“dan bertserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka dating kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta (yang kurus) yang datang dari segenap juru yang jauh “.dalam pelaksanaan ibadah haji pria dan wanita mempunyai kewajiban yang sama, kecuali dalam hal-hal berikut :
1.      bahwa seorang wanita untuk menunaikan ibadah haji, disamping telah memnuhi syarat-syarat wajibnya, haruslah disertai mahram atau suaminya. Menurut hadis dari ibnu abbas, rasulullah saw. Bersabda:………………………………………...
“janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seoarang wanita, kecuali jika ia disertai oleh mahramnya. Begitupun wanita, jangnlah bepergian kecuali dengan mahram. Berdirilah seorang laki-laki dan bertanya:Wahai rasulullah, isteri nsaya pergi haji, sedang saya telah mendaftarkan diri untuk perang ini dan perang itu. Rasul menegaskan : pergilah dan naik hajilah engkau bersama isterimu” (hadits riwayat  Bukahari Muslim). Hadits diatas seolah-olah menunjukkan wanita dilarang melakukan perjalanan tanpa disertai mahram, termasuk melakukan perjalanan haji. Oleh Karenanya  abu hanifah dan sahabatnya beranggapan bahwa penyertaan suami  atau mahram merupakan syarat istitho’ah bagi wanita yang hendak menunaikan ibadah haji (fiqhul mar’ah, hlm226). Akan tetapi al-hafidz mengemukakan pendapat yang masyhur dalam mazhab as-syafi’I bahwa persyaratan istitho’ah wanita pergi haji harus disertai suaminya, atau mahram, atau dengan wanita-wanita terpercaya (fiqhul mar’ah, hlm 227). Pendapat ini sesuai dengan hadis riwayat al-bukhari dari ‘adiy bin hatim.
2.      Izin suami bagi isteri
Wanita yang hendak melakukan ibadah haji wajib disunnatkan meminta izin dari suaminya, apabila diizinkan dia berangkat, apabila tidak maka ia bisa berangkat tanpa izin suaminya. Seorang suami tidak boleh menghalangi isterinya melakukan haji wajib, karena haji merupakan ibadah yang diwajibkan atas dirinya. Sesuai dengan sabda nabi  saw.:………………………………………….
“seorang tidak mentaati siapapun dalam maksiat terhadap al-khaliq” (HR. Al-hakim dan Ahmad).
Adapun dalam melakukan haji sunnah (kedua, ketiga,dst.) seorang isteri wajib mendapat izin suami. Suami boleh saja tidak mengizinkan isterinya kalau itu dipandang lebih maslahat. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat ibnu Umar dari rasulullah saw.tentang seorang wanita yang mempunyai suami dan kekayaan yang cukup, tetapi tidak mendapat izin dari suaminya, beliau berkata :…………….
“wanita itu jangan berangkat haji kecuali suaminya mengizinkan”
3.      Hajinya wanita iddah
Bagi wanita yang sedang menjalani iddah, tidak diperbolehkan melakukan ibadah haji sampai habis masa iddahnya, baik iddah karena cerai hidup maupun cerai mati. Hal ini sesuai dengan faham Hanafiah (Fiqhul Mar’ah, hlm 231).
Dasar acuannya adalah QS. Al-baqarah : 234.........................................................
“orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkann dirinya (ber’iddah) 4 bulan 10 hari. Kemudian apabila telah habis masa ’iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut (yang ma’ruf)”.
4.      Pakaian wanita dalam ihram
Pakaian ihram wanita harus menutup seluruh auratnya kecuali muka dan kedua telapak tangan (tidak boleh memakai sarung tangan). Selama dalam keadaaan ihram wanita dilarang membuka pakaian ihramnya atau membuka auratnya, apabila akan mengambil wudlu, mandi atau ganti pakaian hendaknya ditempat tertutup.
Dalam masalah aurat, wanita harus lebih mematuhi ketentuan syar’i karena hal ini berkaitan dengan sahnya ibadah haji yang dilakukan. Perlu diperhatikan kembali aturan menjaga aurat selama dalam keadaan ihram sama wajibnya dengan menjaga aurat dalam shalat (Fiqhul mar’ah, hlm 236), selain menutup aurat seperti diatas, khusus bagi wanita ada larangan tertentu sesuai hadits ibnu Umar ra:...............................................................
”bahwa nabi saw melarang wanita yang sedang ihram memakai sarung tangan dan tutup muka, begitu juga dengan pakaian yang diberi wewangian (waras dan za’faron). Mereka boleh memakai selain itu yang mereka sukai dari berbagai warna yang dicelup, pakaian sutera, perhiasan, celana, baju atau sepatu” (HR. Abu daud, Baihaqi dan Hakim).
5.      bebrapa amalan dalam manasik haji yang perlu diperhatikan bagi wanita
a.       tidak mengeraskan suaranya ketika berdo’a, membaca al-qur’an (tadarrus) dan mengucapkan talbiah.
b.      Tidak lari-lari kecil (ar-rama) pada tiga putaran thawaf, demikian juga ketika melintasi pilar hijau ketika sa’i.
c.       Tidak mencukur rambutnya ketika tahallul, tetapi cukup memotong sedikitnya tiga helai sepanjang  jari.
6.      ihrambagi wanita haidl atau nifas
dalam keadaan haidl atau nifas wanita boleh mengerjakan semua rukun haji, kecuali thawaf, karena persyaratan thawaf adalah suci  dari hadats besar atau kecil. Seperti diungkapkan oleh ibnu abbas dari hadits nabi saw.:............................
”bahwa wanita yang sedang nifas dan haidl hendaklah ia mandi, lalu ihram, dan mengerjakan semuam manasik, kecuali ia tidak thawaf sebelum ia suci terlebih dahulu” (HR. Ahmad, Abu daud dan Tirmizi).
Dari hadits tersebut didapatkan bahwa untuk melakukan thawaf di Baitullah, tidak bisa tidak, wajib dalam keadaaan suci. Tetapi jika terjadi haidl setelah selesai thawaf, padahal belum sa’i, maka sa’inya boleh langsung dikerjakan, sperti hdits yang diriwayatkan Aisyah dan ujmmi salamah ra:.................................................
”Apabila seorang melakukan thawaf , lalau shalat dua raka’at (sunnat Thawaf) kemudian dia haidl, maka dia boleh meneruskan sa’i antara shafa dan marwah” (HR. Al-atsram).
Dengan kata lain bahwa dalam keadaan haidl atau nifas, wanita boleh melakukan wuquf  di ’arafah, mabit di muzdalifah dan mina, melontar jumrah, memotong rambut (tahallul) dan menyembelih ternak dam.
Disamping itu, bagi wanita yang melaksanakan haji tamattu’ pada waktu ihram umrah terhalang oleh haidl, baiuk sebelum atau sesudah niat umrah, maka setelah tiba di makkah harus menunda pelaksanaan umrahnya sampai suci (bimbingan manasik, 1987,hlm 33)
Sedangkan bagi wanita yang belum melkaukan thawaf ifadlah karena haidl, dan rombongannya akan segera pulang ke tanah air, makai ia harus menunggu sampai suci dan melakukan thawaf ifadlah. Dianjurkan untuk melapor kepada ketua kloter ybs. (TPHI), untuk diusulkan pindah ke kloter lain, sehingga dapat melakukan thawaf ifadlah.

Pengertian dan Hukum Haji


1.      Pengertian Dan Hukum haji
a)      Pengertian Haji
Haji menurut bahasa (iughah) artinya sengaja datang atau dating kesuatu tempat yang diulang-ulang. Sedangkan menurut istilah (syara’) adalah menyengaja untuk mengunjungi ka’bah (baitullah / rumah suci) dengan niat melakukan beberapa amalan ibadah dengan syarat dan rukun yang ditentu.

b)      Hukum haji
Ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima. yang diwajibkan oleh Allah kepada setiap muslim sekali dalam seumur hidupnya yang telah mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. 

2.      Syarat Wajib Dan Syarat Haji
            Syarat-syarat wajib haji adalah:
  1. Islam, Karena haji adalah ibadah. Wajibnya haji diisyaratkan harus muslim,sebagaimana ibadah shalat.   
  2. Sudah baligh, jadi anak kecil yang belum baligh tidak wajib melakukan ibadah      haji. 
  3. Berakal sehat, tidak wajib atas orang gila.
  4. Merdeka, tidak wajib atas hamba sahaya
  5. Kuasa/mampu.

Pengertian sanggup atau kuasa ada 2 macam :

1)            Sanggup mengerjakan haji dengan sendirinya dengan beberapa syarat antara lain :
a)      Mempunyai  bekal yang cukup untuk pergi ke Mekkah dan kembalinya.
1. Mampu membayar ONH (Ongkos Naik Haji)
         2. Memiliki biaya hidup bagi keluarganya
b)      Ada transportasi yang mengangkut ke baittullah.
1. Aman di perjalanan selama melaksanakan haji.
      2. Keamanan bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkan selama melaksanakan Ibadah haji

c) Sehat secara fisik dan mental.
  1. Sehat fisik : jasmaninya sehat, tidak ada kesulitan ibadah haji, tidak dalam                                              keadaan sakit yang diperkirakan sulit sembuh
  2. Sehat mental : Sehat rohani, mengetahui hukum dan manasik haji, memoliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji.
    d) Bagi wanita hendaknya ia berjalan bersama-sama dengan muhrimnya, suaminya
        atau dengan perempuan yang dipercayainya.

2) Kuasa mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan menggantikannya dengan orang lain.

Syarat sah Ibadah haji :
    Ibadah haji dinilai sah apabila dilaksanakan oleh orang :
  1. Islam, non islam tidak sah hajinya
  2. Baligh, yang belum baligh hajinya belum/tidak sah
  3. Berakal sehat, orang gila hajinya tidak sah
  4. Merdeka, seorang budak tidak sah menunaikan ibadah haji

3.      Rukun Haji danWajib Haji
Rukun haji adalah perbuatan haji yang tidak boleh ditinggalkan atau diganti dengan yang lain. Jika ditinggal maka ibadah hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah perbuatan haji yang boleh untuk ditinggalkan bila berhalangan mengerjakannya, akan tetapi dapat diganti dengan dam, maka hajinya sah.
                               I.      Rukun Haji
a.       Ihram, yaitu niat ibadah haji pada miqotnya. Ihram yaitu berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, atau keduanya sekaligus. Ihram ini wajib dimulai dari miqotnya, baik miqot zamani maupun miqot makani.
a)      Miqot Zamani untuk ibadah haji artinya ketentuan waktu permulaan ihram. Yaitu mulai 1 Syawal sampai dengan 10 Dzulhijah (2 bulan 10 hari)
b)      Miqot Makani yaitu tempat memulainya ihram bagi orang yang melakukan haji dan umroh.
Miqot Makani bagi orang yang melakukan haji adalah;
1)      Makkah, bagi orang yang berasal atau bermukim di kota Makkah
2)      Dzulhulaifah(sekarang Bir Ali) berjarak 6 mil dari Madinah atau 405 km dari Makkah adalah menjadi miqot bagi orang yang datang dari Madinah atau daerah yang searah dengannya
3)      Juhfah, yaitu perkampungan diantara Makkah dan Madinah. 243 km jarajnya dari Makkah, adalah miqot bagi orang yang dari Syam, Mesir, Maroko.
4)      Yalamlam, 81 km dari kota Makkah, menjadi miqot bagi orang-orang yang datang dari Tihamatil yaman.
5)      Qarnul manazil atau Qarnin yaitu pegunungan yang berjarak 81 km dari Makkah, merupakan miqot bagi orang-orang yang datang dari Nadjil hijaz dan yang searah dengannya.
6)      Dzatul Irqin, yaitu perkampungan yang berjarak 81 km dari Makkah, menjadi miqot bagi orang-orang yang datang dari arah timur, Irak dan yang searah dengannya.





Jamaah haji yang naik kapal laut seperti zaman dahulu, miqotnya di Yalamlam. Dan bagi mereka yang naik pesawat dan turun di King Abdul Aziz lalu menuju ke Makkah, maka miqotnya dibandara tersebut. Dan bagi yang mendarat di King Abdul Aziz lalu menuju ke Madinah, maka miqotnya adalah dzulhuliafah yang sekarang disebut Bir Ali.

b.      Wukuf, yaitu berkumpul di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijah waktu Dzuhur sampai dengan terbitnya fajar tanggal 10 dzulhijah.
c.       Thawaf, yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali thawaf rukun adalah thawaf ifadlah.
Macam-macam thawaf ;
1.      Thawaf ifadlah yaitu thawaf dalam rangkaian ibadah haji
2.      Thawaf qudum yaitu thawaf baru masuk ka’bah
3.      Thawaf sunah yaitu thawaf yang dilakukan di luar rangkaian ibadah haji
4.      Thawaf wada’ yaitu thawaf pada waktu akan meninggalkan Ka’bah/Makkah
5.      Thawaf nadzar yaitu thawaf yang dilakukan karena nadzar atau kaul
6.      Thawaf tahalul yaitu thawaf sebagai penghalalan barang yang haram karena ihram
Syarat-syarat thawaf ;
Thawaf dikatakan sah jika dilakukan dengan memenuhi syarat-syaratnya, adapun syarat-syarat thawaf adalah ;
1.      Suci dari hadats kecil, hadats besar, dan niat
2.      Menutupi aurat
3.      Hendaklah sempurna tujuh kali putaran, jika ragu mengenai jumlah putarannya maka hitunglah yang sedikit
4.      Hendaklah thawaf dimulai dari hajar aswad dandiakhiri di hajar aswad
5.      Hendaklah ka’bah disebelah kiri orang yang thawaf
6.      Hendaklah thawaf itu di luar ka’bah, tetapi masih di dalam Masjidil Haram

d.      Sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa.
Syarat- syarat Sa’i :
1. Dimulai dari bukit shafa dan diakhiri di bukit marwa
2. Hendaklah sa’i itu tujuh kali
3. Waktu sa’i hendaklah sesudah thawaf, baik thawah ifadlah maupun                                                    thawaf sunah
e.       Tahalul, yaitu mencukur rambut atau menggunting rambut sekurang-kurangnya tiga helai rambut.
f.       Tertib.
Menertibkan rukun-rukun yaitu mendahulukan yang semestinya dari rukun-rukun tersebut, maksudnya mendahulukan ihram dari rukun-rukun lain, mendahulukan wuquf di arafah dari pada thawaf, mendahulukan thawaf dari pada sa’i dan mendahulukan sa’i dari pada bercukur.

                            II.      Wajib Haji

a.       Ihram dari miqotnya, yaitu memakai pakaian ihram (pakaian tidak berjahit) dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan terus menerus sampai selesainya ibadah haji.
1)      Miqot Zamani (keteneuan waktu)
2)      Miqot Makani (ketentuan tempat)
b.      Hadir dan bermalam di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijah sekalipun hanya sekejap.
c.       Melontar jumroh aqobah tanggal 10 Dzulhijah sebanyak tujuh butir batu kerikil.
d.      Bermalam di Mina pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah.
e.       Melontar jumroh tiga : jumroh pertama, kedua dan ketiga (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijah setelah tergelincirnya matahari pada tiap-tiap tanggal di atas).
Syarat melontar jumroh ;
1. Setiap jumroh dilakukan dengan tujuh butir batu, dilemparkan satu persatu
2. Jumroh harus tertib, ula, wustha dan aqabah
3. Yang dilontarkan batu kecil, tidak berkenaan selai batu

f.       Bermalam di Mina selama 2 atau 3 malam, pada hari tasyrik yakni tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah
g.      Thawaf wada’ / penghabisan / pamitan, ketika akan meninggalkan koto Makkah.
h.      Meninggalkan perbuatan yang dilarang selama melakukan ibadah haji.

  1. Larangan Selama Melakukan Ibadah Haji Serta Damnya
        a. Khusus laki-laki
    1. Tidak boleh memakai pakaian yang berjahit
    2. Tidak boleh memakai tutup kepala sewaktu ihram
  b. Khusus perempuan
    1. Tidak boleh menutup muka walau hanya sebagian
    2. Tidak boleh memakai sarung tangan sewaktu ihram
  c. Bagi laki-laki dan perempuan
    1. Tidak boleh memakai parfum, kecuali diakai sebelum berihram.
    2. Tidak boleh memotong kuku dan mencukur rambut atau mencabut bulu badan  lainnya.
    3. Tidak boleh memburu binatang dengan cara apapun.
    4. Tidak boleh kawin, mengawinkan atau meminang perempuan untuk dinikahi.
    5. Tidak boleh bersetubuh, bermesra-mesraan, berbuat maksiat dan bertengkar.
    6. Tidak boleh mencaci maki, mengumpat, bertengkar dan berkata kotor.
    7. Tidak boleh memotong / menebang pohon atau mencabut tumbuh-tumbuhan di tanah haram.